Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

Wednesday, July 9, 2008

Upaya penanggulangan korupsi pada proyek

perhitungan pada proyek rumah
Kata kunci yang dipakai untuk penelusuran hanya tampak pada tautan/link yang mengacu pada halaman ini: rab konstruksi type 72
Page 1
REPUBLIK INDONESIA
UPAYA PENCEGAHAN DAN
PENANGGULANGAN KORUPSI
PADA
PENGELOLAAN APBN/APBD
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
TIM PENGKAJIAN SPKN
2002
Page 2
SAMBUTAN MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
Pada era demokrasi dan transparansi dewasa ini, aparatur negara tetap menjadi
tumpuan harapan untuk menjadi salah satu dinamisator ke arah pemulihan penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan setelah krisis multi dimensi yang melanda bangsa dan
negara sejak tahun 1997.
Dalam pada itu, berbagai penilaian yang mengindikasikan merajalelanya KKN di negeri
kita, termasuk pada lingkup birokrasi pemerintahan merupakan tantangan tersendiri yang
harus dijawab oleh seluruh aparatur negara. Apabila kita tidak dapat membersihkan diri kita
sendiri secara sungguh-sungguh akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap
aparatur negara semakin rendah, yang pada gilirannya kepercayaan rakyat kepada
pemerintah akan sirna. Upaya yang terencana dan transparan dengan melibatkan seluruh
komponen masyarakat untuk menjadikan pemerintahan yang bersih
(clean government)
menuju ke arah kepemerintahan yang baik
(good governance)
tidak bisa ditunda lagi.
Sehubungan hal tersebut saya menghargai hasil karya BPKP yang merespons surat
Men.PAN Nomor: 37a/M.PAN/2/2002 tanggal 8 Pebruari 2002 tentang Intensifikasi dan
Percepatan Pemberantasan KKN dengan menerbitkan 5 (lima) Buku Pedoman Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi yaitu di bidang Pengelolaan APBN/APBD,
BUMN/BUMD, Perbankan, Kepegawaian, Sumber Daya Alam dan Pelayanan Masyarakat.
Saya berharap agar seluruh aparat baik yang bertugas di Instansi Pemerintah
Pusat/Daerah, BUMN/BUMD maupun Perbankan dapat menggunakan Buku Pedoman ini dan
mengembangkannya sesuai kondisi lingkungan tugas masing-masing sehingga dapat
mencegah dan menanggulangi kasus-kasus KKN secara efektif dan efisien.
Hendaknya selalu diingat bahwa masyarakat sesungguhnya sangat menghendaki
munculnya jiwa kepeloporan dan sifat keteladanan aparatur negara sebagai panutan mereka
dengan tindakan nyata mencegah dan memberantas KKN. Dimulai langkah yang terpuji serta
kesadaran tinggi dalam menjalankan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, kiranya
tingkat kepercayaan masyarakat yang saat ini mengalami degradasi dapat diperbaiki dan
ditingkatkan sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan menuju kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat dapat sukses.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridloi upaya kita bersama.
Jakarta, 31 Juli 2002
MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
FEISAL TAMIN
Page 3
REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
(BPKP)
KATA PENGANTAR KEPALA BPKP
Korupsi sudah dianggap sebagai penyakit moral, bahkan ada kecenderungan semakin
berkembang dengan penyebab multifaktor. Oleh karena itu penanganannya perlu dilakukan
secara sungguh-sungguh dan sistematis, dengan menerapkan strategi yang komprehensif -
secara preventif, detektif, represif, simultan dan berkelanjutan dengan melibatkan semua
unsur terkait, baik unsur-unsur Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, maupun masyarakat
luas.
Dalam rangka memenuhi RENSTRA BPKP Tahun 2000-2004, serta sebagai hasil
koordinasi dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara mengenai intensifikasi dan
percepatan pemberantasan KKN, BPKP telah menerbitkan Buku “Upaya Pencegahan dan
Penanggulangan Korupsi Pada Pengelolaan Pelayanan Masyarakat”.
Meskipun Buku ini telah disusun dengan upaya yang maksimal, namun dengan segala
keterbatasan dan kendala yang dihadapi Tim Penyusun, disadari bahwa di dalamnya masih
terdapat banyak kelemahan dan kekurangan baik dari materi yang disajikan maupun cara
penyajiannya, sehingga memerlukan penyempurnaan secara terus-menerus. Untuk itu
masukan yang positif dan konstruktif dari para pembaca dan pemakai buku ini sangat
diharapkan.
Buku ini diharapkan dapat menjadi petunjuk praktis bagi Instansi Pemerintah baik di
Pusat maupun di Daerah serta BUMN/BUMD untuk menanggulangi kasus-kasus korupsi
dalam pengelolaan pelayanan masyarakat, bukan saja bagi Aparat Pengawasan Internal
Pemerintah(APIP)/Satuan Pengawas Intern (SPI) masing-masing, tetapi juga bagi para
pimpinan instansi/BUMN/BUMD yang bersangkutan. Hal ini disebabkan pemberantasan
korupsi bukan semata-mata tanggung jawab APIP/SPI, karena sifat tugasnya lebih pada
penanggulangan korupsi secara detektif dan represif. Penanggulangan korupsi yang lebih
efektif dan efisien adalah secara preventif yang merupakan tanggung jawab manajemen.
Langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan korupsi yang disajikan dalam buku ini
merupakan upaya minimal, yang perlu dilaksanakan secara maksimal dan dikembangkan
oleh setiap institusi tersebut di atas secara terus menerus sesuai dengan kompleksitas
permasalahan yang dihadapi. Keberhasilan buku ini sangat tergantung pada upaya pihak-
pihak yang kompeten untuk menjalankannya dengan tindakan yang nyata, konsisten disertai
dengan komitmen yang kuat untuk mencegah dan menanggulangi korupsi secara
berkesinambungan.
Kepada semua pihak yang telah mencurahkan segenap tenaga, pikirannya dan
membantu baik secara moril maupun materiil dalam penyusunan buku ini, termasuk
APIP/SPI yang telah menyampaikan masukan-masukan kami sampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Page 4
Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membimbing kita dalam
melaksanakan tugas-tugas Pemerintahan dan Pembangunan, serta upaya pencegahan dan
penanggulangan korupsi ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Jakarta, 31 Juli 2002
KEPALA
ARIE SOELENDRO
Page 5
DAFTAR ISI
Halaman
SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
2
KATA PENGANTAR KEPALA BPKP
3
DAFTAR ISI
5
Bab I UMUM
A.
Dasar Pemikiran
6
B.
Pengertian Umum
9
C.
Tujuan dan Sasaran
10
D.
Ruang Lingkup
10
E.
Sistim Pengendalian Manajemen pada Pengelolaan APBN/APBD
10
F.
Metode Penyajian
12
Bab II UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI
PADA ANGGARAN PENDAPATAN NEGARA/DAERAH
A.
Penerimaan Perpajakan
13
1. Pajak Non Migas
13
2. Pajak Minyak dan Gas Alam
24
3. Bea dan Cukai
28
4. Pendapatan Daerah
33
B.
Penerimaan Negara Bukan Pajak
37
1. Pendapatan Pertambangan Umum
37
2. Pendapatan Kehutanan
40
3. Penerimaan Bukan Pajak Lainnya
43
Bab III UPAYA PENCEGAHAN
DAN PENANGGULANGAN
KORUPSI
PADA
PENGELOLAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA/DAERAH
A. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat/Daerah
47
1. Pengeluaran Rutin
47
2. Pengeluaran Pembangunan
50
B. Dana Perimbangan
68
Bab IV UPAYA PENCEGAHAN
DAN PENANGGULANGAN
KORUPSI
PADA
PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA NEGARA
A.
Privatisasi
71
B.
Restrukturisasi Perbankan
76
C.
Pinjaman Luar Negeri
77
Bab V UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI SECARA REPRESIF
D.
Penyelesaian oleh Unit Kerja Terkait
83
E.
Penyelesaian melalui Penyerahan Kasus ke Instansi Penyidik
84
Lampiran : Daftar Kasus/Penyimpangan
TIM PENYUSUN
Page 6
BAB I
UMUM
A. Dasar Pemikiran
Korupsi telah sejak lama terjadi di Indonesia. Praktik-praktik seperti penyalahgunaan
wewenang, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas
dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi,
oleh masyarakat diartikan sebagai suatu perbuatan korupsi dan dianggap sebagai hal
yang lazim terjadi di negara ini. Ironisnya, walaupun usaha-usaha pemberantasannya
sudah dilakukan lebih dari empat dekade, praktik-praktik korupsi tersebut tetap
berlangsung, bahkan ada kecenderungan modus operandinya lebih canggih dan
terorganisir, sehingga makin mempersulit penanggulangannya.
Pada buku Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional (SPKN) yang diterbitkan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 1999, telah
diidentifikasikan bahwa faktor-faktor penyebab korupsi di Indonesia terdiri atas 4
(empat) aspek, yaitu:
1.Aspek perilaku individu, yaitu faktor-faktor internal yang mendorong seseorang
melakukan korupsi seperti adanya sifat tamak, moral yang kurang kuat menghadapi
godaan, penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan
hidup yang mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras,
serta tidak diamalkannya ajaran-ajaran agama secara benar ;
2.Aspek organisasi, yaitu kurang adanya keteladanan dari pimpinan, kultur organisasi
yang tidak benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, kelemahan sistem
pengendalian manajemen, manajemen cenderung menutupi perbuatan korupsi yang
terjadi dalam organisasi ;
3.Aspek masyarakat, yaitu berkaitan dengan lingkungan masyarakat di mana individu
dan organisasi tersebut berada, seperti nilai-nilai yang berlaku yang kondusif untuk
terjadinya korupsi, kurangnya kesadaran bahwa yang paling dirugikan dari terjadinya
praktik korupsi adalah masyarakat dan mereka sendiri terlibat dalam praktik korupsi,
serta pencegahan dan pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila masyarakat
ikut berperan aktif. Selain itu adanya penyalahartian pengertian-pengertian dalam
budaya bangsa Indonesia.
4. Aspek
peraturan
perundang-undangan,
yaitu
terbitnya
peraturan
perundang-undangan yang bersifat monopolistik yang hanya menguntungkan kerabat
dan atau kroni penguasa negara, kualitas peraturan perundang-undangan yang
kurang memadai, judicial review yang kurang efektif, penjatuhan sanksi yang terlalu
ringan, penerapan sanksi tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang
evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.
Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi adalah adanya
komitmen dari seluruh komponen bangsa, meliputi komitmen seluruh rakyat secara
konkrit, Lembaga Tertinggi Negara, serta Lembaga Tinggi Negara. Komitmen tersebut
telah diwujudkan dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan perundang-undangan
di antaranya sebagai berikut:
1. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih
dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Page 7
2. Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
3. Undang-undang No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang selanjutnya disempurnakan dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001.
4. Undang-undang No. 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31
tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara dan Sekretariat
Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara.
Disamping itu Pemerintah dan DPR sedang memproses penyelesaian Rancangan
Undang-undang tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan komitmen semata karena
pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif
untuk meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi yang telah dikemukakan
sebelumnya. Strategi tersebut mencakup aspek preventif, detektif dan represif,
yang dilaksanakan secara intensif dan terus menerus.
BPKP dalam buku SPKN yang telah disebut di muka, telah menyusun strategi preventif,
detektif dan represif yang perlu dilakukan, sebagai berikut :
1. Strategi Preventif
Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara
menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya
korupsi. Strategi preventif dapat dilakukan dengan:
1) Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat;
2) Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya
3) Membangun kode etik di sektor publik ;
4) Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis.
5) Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.
6) Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan
kesejahteraan Pegawai Negeri ;
7) Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas
kinerja bagi instansi pemerintah;
8) Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen;
9) Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN)
Page 8
10) Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat ;
11) Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional;
2. Strategi Detektif
Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi.
Strategi detektif dapat dilakukan dengan :
1) Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat;
2) Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu;
3) Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik;
4) Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di
masyarakat internasional ;
5) Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional ;
6) Peningkatan kemampuan APFP/SPI dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.
3. Strategi Represif
Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat
dilakukan dengan :
1) Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi ;
2)
Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar
(Catch
some big fishes);
3) Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan
untuk diberantas ;
4) Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik ;
5) Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem
peradilan pidana secara terus menerus ;
6) Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi
secara terpadu ;
7) Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya;
8) Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja antara tugas penyidik tindak
pidana korupsi dengan penyidik umum, PPNS dan penuntut umum.
Pelaksanaan strategi preventif, detektif dan represif sebagaimana tersebut di atas akan
memakan waktu yang lama, karena melibatkan semua komponen bangsa, baik legislatif,
eksekutif maupun judikatif. Sambil terus berupaya mewujudkan strategi di atas, perlu
dibuat upaya-upaya nyata yang bersifat segera. Upaya yang dapat segera dilakukan
untuk mencegah dan menanggulangi korupsi tersebut antara lain adalah dengan
Page 9
meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal
(built in control),
maupun pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat
(wasmas) dan pengawasan legislatif (wasleg).
Salah satu usaha yang dilakukan dalam rangka peningkatan pengawasan internal dan
fungsional tersebut, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
ditugaskan menyusun petunjuk teknis operasional pemberantasan KKN sesuai surat
Menteri PAN Nomor : 37a/M.PAN/2/2002 tanggal 8 Februari 2002. Petunjuk teknis ini
diharapkan dapat digunakan sebagai petunjuk praktis bagi Aparat Pengawasan
Fungsional Pemerintah (APFP)/ Satuan Pengawasan Internal (SPI) BUMN/D dan
Perbankan dalam upaya mencegah dan menanggulangi korupsi di lingkungan kerja
masing-masing.
B. Pengertian Umum
Dalam buku ini yang dimaksud dengan:
1. Upaya preventif adalah usaha pencegahan korupsi yang diarahkan untuk
meminimalkan penyebab dan peluang untuk melakukan korupsi ;
2. Upaya detektif adalah usaha yang diarahkan untuk mendeteksi terjadinya
kasus-kasus korupsi dengan cepat, tepat dengan biaya murah, sehingga dapat segera
ditindaklanjuti ;
3. Upaya represif adalah usaha yang diarahkan agar setiap perbuatan korupsi yang
telah diidentifikasi dapat diproses secara cepat, tepat, dengan biaya murah, sehingga
kepada para pelakunya dapat segera diberikan sanksi sesuai peraturan perundangan
yang berlaku ;
4. Instansi Pemerintah adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Sekretariat Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara, Pemerintah
Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Instansi Pemerintah
lainnya ;
5. Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang
dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan
negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul, karena:
a. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat
lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
b. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha
Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum, dan
perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.
6. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yarvg dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
daerah tersebut, dalam rangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
7. APBN adalah suatu rencana keuangan tahunan negara yang ditetapkan berdasarkan
undang-undang tentang APBN;
8. APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan
peraturan daerah tentang APBD.
Page 10
C. Tujuan dan Sasaran
Tujuan pencegahan dan penanggulangan korupsi dalam pengelolaan APBN/APBD adalah
untuk menghapus segala bentuk korupsi dalam rangka menunjang terwujudnya
Good
Governance
dengan sasaran sebagai berikut :
1. Menurunnya perbuatan korupsi dalam pengelolaan APBN/APBD.
2. Menurunnya jumlah kerugian keuangan negara sebagai akibat perbuatan korupsi
dalam pengelolaan APBN/APBD.
3. Meningkatnya penyelesaian tindak lanjut kasus-kasus yang berindikasi korupsi dalam
pengelolaan APBN/APBD .
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam menginformasikan perbuatan korupsi
dalam pengelolaan APBN/APBD.
5. Terwujudnya sistem pengelolaan APBN/APBD yang memilikil daya tangkal terhadap
praktik-praktik korupsi serta lebih efisien dalam menjalankan tugas, fungsi dan
wewenangnya.
6. Meningkatkan efektifitas sistem pengendalian manajemen dalam pengelolaan
APBN/APBD.
D. Ruang Lingkup
Upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi dalam buku ini mencakup
seluruh instansi pemerintah pusat/daerah yang terkait dalam pengelolaan anggaran
negara/daerah.
E. Sistem Pengendalian Manajemen Dalam Pengelolaan Anggaran
Negara/Daerah
Gerakan pemberantasan korupsi dalam pengelolaan anggaran negara/daerah tidak dapat
dilakukan hanya dengan melibatkan pejabat pengelola anggaran saja, melainkan juga
mencakup semua pihak termasuk yang bertanggungjawab dalam penyusunan dan
pelaksanaan Sistem Pengendalian Manajemen (SPM), perangkat pengawasan internal
serta masyarakat.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi dalam pengelolaan
anggaran negara/daerah adalah menyusun buku mengenai upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan korupsi yang dapat digunakan sebagai panduan bagi pimpinan instansi
pemerintah dan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) dalam mencegah
terjadinya korupsi, mendeteksi perbuatan korupsi yang terjadi serta memproses
perbuatan korupsi yang telah dideteksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Upaya-upaya tersebut merupakan upaya minimal yang perlu dilakukan dalam rangka
pemberantasan korupsi di bidang pengelolaan anggaran negara/daerah, sehingga untuk
menunjang semangat gerakan pemberantasan korupsi diperlukan langkah-langkah
pengembangan yang diperlukan pada masing-masing instansi.
Secara umum, salah satu upaya pencegahan terjadinya korupsi dapat dilakukan dengan
melakukan penataan sistem pengendalian manajemen, yaitu:
1. Penataan kembali organisasi dengan mempedelas visi, misi, tujuan, sasaran dan
strategi organisasi dalam pencapaian tujuan yang disertai dengan indikator
keberhasilan dalam rangka pemenuhan akuntanbilitas publik;
2. Penyederhanaan dan penyusunan kebijakan;
Page 11
3. Penataan berbagai macam aspek sumber daya manusia (termasuk reward and
punishment) agar memenuhi tuntutan kebutuhan dan beban kerja;
4. Penyempurnaan sistem dan prosedur kegiatan;
5. Perbaikan metode, prasarana dan sarana kerja;
6. Penataan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi agar dapat dimanfaatkan
sebagai alat pengendalian dan pertanggungJawaban; dan
7. Peningkatan efektivitas pengawasan internal.
Berdasarkan temuan-temuan hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Fungsional
Pemerintah (APFP) dan pandangan masyarakat luas diketahui bahwa korupsi yang terjadi
dalam pengelolaan anggaran negarafflaerah mencakup kebocoran baik pada sisi
penerimaan maupun sisi pengeluaran. Kebocoran yang terjadi pada sisi penerimaan
terutama karena tidak seluruh penerimaan anggaran masuk ke Rekening Kas
Negara/Daerah, sedangkan pada sisi pengeluaran terjadi karena adanya pengeluaran
anggaran yang lebih besar dari jumlah seharusnya.
Pengendalian pada sisi anggaran penerimaan antara lain dilakukan sebagai berikut:
1. Penganggaran pendapatan harus didahului dengan perhitungan potensi pendapatan
yang dilakukan melalui survey/pengkajian potensi, yang didukung dengan data yang
dapat dipertanggungjawabkan;
2. Penetapan target pendapatan negara/daerah dalam APBN/D mengacu kepada potensi
yang ada secara terukur dan rasional dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan;
3. Target dievaluasi secara berkala, dan dilakukan revisi, jika terjadi perubahan kondisi
yang didukung dengan data yang akurat;
4. Setiap Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen/ Perangkat Daerah yang
mempunyai tugas memungut atau menerima pendapatan negara/daerah wajib
melaksanakan intensifikasi pemungutan pendapatan negara/daerah tersebut;
5. Seluruh penerimaan anggaran negara/daerah harus disetor sepenuhnya dan tepat
pada waktunya ke Rekening Kas Negara/Daerah; serta dilaporkan kepada pihak yang
berwenang/ terkait.
6. Penerimaan negara/daerah dibukukan menurut ketentuan yang ditetapkan Menteri
Keuangan/Kepala Daerah;
7. Penjualan Barang Milik Negara/Daerah harus berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan dan penyewaan Barang Milik Negara/Daerah harus berdasarkan Keputusan
Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku;
8. Bendaharawan penerima pungutan Negara/Daerah wajib menyetor ke Rekening Kas
Negara/Daerah seluruh penerimaan anggaran yang dipungutnya pada kesempatan
pertama sesuai ketentuan yang berlaku;
9. Bendaharawan penerima dilarang menyimpan uang dalam penguasaannya atas nama
pribadi, atau orang lain.
Pengendalian pada sisi pengeluaran anggaran antara lain dilakukan sebagai berikut:
1. Jumlah yang dimuat dalam Anggaran Belanja Negara/Daerah merupakan batas
tertinggi untuk tiap-tiap pengeluaran;
2. Instansi Pemerintah pusat/daerah tidak diperkenankan melakukan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran negara/daerah, jika dana untuk
membiayai kegiatan tersebut tidak cukup tersedia dalam anggaran negara/daerah;
3. Pimpinan dan atau pejabat pada instansi Pemerintah pusat/daerah tidak
diperkenankan melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja negara/daerah
untuk tujuan lain dari yang ditetapkan dalam anggaran belanja negara/daerah;
4. Pengeluaran atas beban anggaran belanja negara/daerah dilakukan berdasarkan
bukti atau hak yang sah untuk memperoleh pembayaran;
Page 12
5. Pengeluaran atas beban anggaran belanja negara/daerah didasarkan pada Surat
Keputusan Otorisasi (SKO) atau dokumen lain yang diberlakukan sebagai SKO;
6. Perjanjian/kontrak
pelaksanaan
pekerjaan
atas
beban anggaran
belanja
negara/daerah untuk masa lebih dari satu tahun anggaran dilakukan atas persetujuan
Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional bagi APBN, atau atas persetujuan Kepala Daerah setelah
mendengar pertimbangan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi/
Kabupaten/Kota bagi APBD;
7. Pengelolaan atas beban anggaran belanja negara/daerah harus melalui evaluasi
kewajaran harga dengan terlebih dahulu menetapkan perkiraan biaya berdasarkan
Harga Perhitungan Sendiri (HPS) yang realistis;
8. Bendaharawan Rutin/Proyek dilarang menyimpan uang dana rutin proyek atas nama
pribadi atau orang lain.
9. Pelaksanaan pelelangan pengadaan barang/ jasa dilakukan secara
terbuka/transparan, adil serta dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel).
Di samping pengendalian pada sisi penerimaan dan pengeluaran anggaran tersebut di
atas, dalam kegiatan pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah (termasuk perencana,
pelaksana dan pengawas), penyedia barang/jasa dan para pihak yang terkait dalam
pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus mematuhi etika pengadaan barang/jasa,
yaitu:
1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai
sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang/ jasa;
2. Bekerja secara profesional, mandiri atas dasar kejujuran, serta menjaga kerahasiaan
dokumen pengadaan barang dan jasa yang seharusnya dirahasiakan untuk mencegah
terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa;
3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung, untuk mencegah
dan menghindari terjadinya persaingan tidak sehat;
4. Menerima dan bertanggung jawab segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan
kesepakatan para pihak;
5. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang
terkait langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan barang dan jasa;
6. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara
dalam pengadaan barang dan jasa;
7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan atau melakukan
kegiatan bersama dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain
secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;
8. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau
menerima hadiah, imbalan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui atau
patut dapat diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.
F. Metode Penyajian
Dalam buku ini terlebih dahulu menyajikan kasus-kasus yang sering terjadi, kemudian
diikuti dengan upaya-upaya penanggulangan yang perlu dilakukan baik melalui
upaya-upaya preventif maupun detektif untuk masing-masing . Upaya-upaya penindakan
secara represif disajikan kemudian untuk semua secara keseluruhan. Upaya-upaya
preventif, detektif dan represif tersebut merupakan upaya minimal yang perlu dilakukan
secara maksimal.
Urutan pembahasan dalam buku ini disusun sesuai urutan susunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara/Daerah.
Page 13
BAB II
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPS1
PADA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN
NEGARA/DAERAH
Penyimpangan dalam pengelolaan APBN/D pada umumnya mencakup kebocoran baik pada
sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran. Kebocoran yang terjadi pada sisi penerimaan
terutama karena tidak seluruh penerimaan anggaran masuk ke Rekening Kas
Negara/Daerah, sedangkan pada sisi pengeluaran terjadi karena adanya pengeluaran
anggaran yang lebih besar dari jumlah seharusnya.
Kasus-kasus penyimpangan yang disajikan pada bab ini baru mencakup beberapa kasus
berdasarkan temuan hasil pemeriksaan yang dilaporkan oleh APFP termasuk SPI. Dengan
demikian, kasus-kasus yang disajikan belum mencakup seluruh kasus penyimpangan yang
terjadi pada APBN/D.
Upaya pencegahan (preventif) penyimpangan/korupsi dalam pengelolaan APBN/D meliputi
penyusunan dan peningkatan kualitas sistem pengendalian dan penerapannya, diarahkan
sebagai langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Upaya-upaya
Preventif yang disajikan belum merupakan sesuatu hal yang mutlak, tetapi hanya merupakan
pengendalian minimum yang perlu dilaksanakan secara maksimum. Oleh karena itu, Direksi
perlu mengembangkan sendiri upaya-upaya lain yang dianggap perlu, sesuai dengan
kompleksitas titik rawan yang berpotensi penyimpangan yang dihadapi dan kesesuaiannya
dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada perusahaan. Sistem pengendalian
manajemen ini terus menerus ditingkatkan keandalannya berdasarkan umpan balik (feed
back) dari hasil upaya detektif dan represif.
Upaya detektif merupakan rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengidentifikasi
terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan APBN/D. Upaya detektif ini dimaksudkan untuk
memperoleh alat bukti yang relevan, cukup dan kompeten untuk mendukung simpulan hasil
pemeriksaan sebagai dasar pengambilan tindak lanjut (upaya represif), dengan tetap
berpegang pada asas praduga tak bersalah
(presumption of innosence).
Upaya detektif dalam petunjuk teknis ini hanya mencakup upaya yang dianggap penting
dilakukan untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi sehingga perlu dikembangkan
sesuai kondisi yang dihadapi di lapangan, yang secara rinci dituangkan dalam program
pemeriksaan (auditprogram).
Pengembangan upaya preventif dan detektif tersebut sangat perlu dilakukan karena
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada perusahaan pada umumnya disebabkan
adanya kolusi baik antar petugas di dalam perusahaan, maupun dengan pihak luar yang
terkait dengan perusahaan.
Kasus penyimpangan dan Upaya-upaya Preventif dan Detektif dalam pengelolaan APBN/D
dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Penerimaan Perpajakan
1. Pajak Non Migas
1)
Rendahnya anggaran penerimaan pajak, PBB, Bea Cukai, Retribusi dan
pajak-pajak daerah dibanding potensi tersedia, sehingga realisasi penerimaan
menjadi kurang optimal, dan membuka peluang terjadi penerimaan yang tidak
dilaporkan.
Page 14
Upaya-upaya Preventif:
(1)
Anggaran penerimaan dihitung berdasarkan target yabg ditentukan
sesuai peta potensi yang dimiliki.
(2)
Peta potensi yang dimiliki selalu di update dengan memperhatikan
perkembangan ekonomi dan realisasi penerimaan sebelumnya.
(3)
Agar setlap kantor daerah (KPP, KPPBB, Kantor Bea Cukal dan Dinas
Pendapatan Daerah) mengadministrasikan potensi penerimaan per
sektor yang dapat dipertanggungjawabkan;
(4)
Melakukan pengendailan terhadap intensifikasi dan ekstensifikasi yang
sudah digariskan.
Upaya-upaya Detektif:
(1)
Melakukan pengujian jumlah atas kebenaran jumiah pajak negara,
bandingkan penerimaan pajak per sektor dengan data sumber lain
seperti Dinas Perindag/Asosiasi/Bappeda.
(2)
Melakukan pengujian atas kebenaran jumlah potensi pajak dan
retribusi daerah, bandingkan potensi penerimaan dengan data dari
BPN, Dinas Tata Kota, Pariwisata, areal perparkiran, jumlah kendaraan
bermotor, areal pasar dan perdagangan, rumah makan, tempat
hiburan, tempat penginapan dan data lain yang berhubungan;
(3)
Melakukan
pengujian terhadap kewajaran penentuan target
penerimaan;
(4)
Meneliti kewajaran realisasi penerimaan per sektor dibandingkan
dengan target yang telah ditentukan berdasarkan potensi penerimcian.
2)
Manipulasi restitusi pajak dengan cara meninggikan/memperbesar jumlah
kredit pajak oleh Wajib Pajak melalui pemalsuan dokumen faktur pajak dan
atau pelaporan transaksi pembelian fiktif.
Upaya-Upaya Preventif :
(1) Melaksanakan dan menetapkan standarisasi pelaksanaan dan pelaporan
hasil pemeriksaan terhadap setiap klaim restitusi dari Wajib Pajak
termasuk menetapkan kriteria pelaksana pemeriksaan yang memiliki
integritas tinggi dan kompeten;
(2) Koordinasi dengan instansi penyidik (kepolisianj kejaksaan) setiap hasil
pemeriksaan yang menunjukkan indikasi
adanya pemalsuan/
pembuatan dokumen fiktif;
(3) Memasyarakatkanj mensosialisasikan pengenaan sanksi yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap untuk menimbulkan efek jera kepada
Wajib Pajak lainnya.
Upaya-Upaya Detektif :
(1)
Melakukan kontrol hubungan antara faktur pajak masukan dengan
buku pembelian dan persediaan barang Wajib Pajak untuk menemukan
transaksi pembelian yang tidak tercatat;
(2)
Melakukan konfirmasi
kepada perusahaan penjual
(supplier
perusahaan) untuk meyakinkan ada tidaknya transaksi pembelian yang
dilakukan Wajib Pajak;
(3)
Melakukan uji keabsahan dokumen faktur pajak masukan melalui
konfirmasi kepada KPP dimana penjual berlokasi;
Page 15
(4)
Melakukan wawancara kepada petugas terkait (pembelian dan atau
gudang) untuk memperoleh penjelasan keterangan yang lebih rinci
perihal kebenaran transaksi.
3)
Penghasilan Kena Pajak yang dilaporkan pada SPT PPh Pasal 21 tidak
mencakup seluruh penghasilan pegawai dan mengenakan tarif yang lebih
rendah dari seharusnya, antara lain dengan cara membukukan uang honor,
uang rapat dan pendapatan pegawai lainnya ke perkiraan lain-lain.
Upaya-upaya preventif:
(1) Mensosialisasikan kembali ketentuan yang berlaku dan persyaratan
yang harus dilengkapi saat penyerahan SPT PPh pasal 21;
(2) Mewajibkan Wajib Pajak yang menyerahkan SPT PPh pasal 21 harus
dilengkapi dengan daftar pegawai, bukti-bukti pemotongan, bukti
penyetoran dan atau daftar nominatif laporan keuangan perusahaan
(bagi Wajib Pajak perusahaan);
(3) Menetapkan petugas yang meneliti SPT PPh pasal 21 Wajib Pajak yang
sama secara bergantian dan memillh petugas yang dapat dipercaya;
(4) Membuat peraturan atas pengenaan sanksi yang jelas untuk
pelanggaran yang sama tetapi dilakukan berulang kali serta
melaksanakannya secara tegas.
Upaya-upaya detektif:
(1) Mendapatkan daftar penghasilan pegawai dan mengujinya dengan
bukti pembayarannya;
(2) Meneliti jumlah penghasilan pegawai menurut bukti pembayarannya
dibandingkan dengan jumlah yang dilaporkan pada SPT,
(3) Meneliti adanya pembayaran honor, uang rapat dan biaya lainnya yang
merupakan obyek PPh pasal 21 tetapi dibukukan ke perkiraan lainnya;
(4) Meneliti apakah penghasilan lain pegawai berupa honor, uang rapat
dan lainnya telah dikenakan pajak berdasarkan tarif tertinggi yang
telah dikenakan sebelumnya (kecuali penghasilan yang sudah
dikenakan pajak yang bersifat final);
(5) Melakukan rekonsiliasi antara daftar pegawai yang penghasilannya di
atas PTKP dengan daftar pegawai yang dilaporkan dalam SPT.
4)
Penghasilan Kena Paiak yang dilaporkan pada SPT PPh Pasal 21
memperhitungkan iuran pensiun dan iuran jamsostek sebagai faktor
pengurang dalam biaya jabatan, namun tidak memperhitungkan premi
asuransi yang dibayar oleh perusahaan sebagai faktor penambah penghasilan.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Mensosialisasikan kembali ketentuan bahwa penghasilan kena pajak
yang dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 21 harus mencakup seluruh
penghasilan dan atau kenikmatan yang diperoleh pegawai ;
(2)
Mensosialisasikan kembali secara
berkesinambungan
cara-cara
pengisian SPT PPh pasal 21;
(3)
Membuat peraturan atas pengenaan sanksi yang jelas untuk
pelanggaran yang sama tetapi dilakukan berulang kali serta
melaksanakannya secara tegas;
Page 16
(4)
Pajak atas penghasilan dan atau kenikmatan pegawai seperti premi
asuransi yang dibayar perusahaan harus dihitung berdasarkan tarif
tertinggi yang dikenakan sebelumnya.
Upaya-upaya detektif:
(1) Melakukan rekapitulasi biaya-biaya yang dibebankan Wajib Pajak yang
menjadi obyek PPh Pasal 21 berdasarkan Laporan Keuangan, SPT PPh
Badan dan buku besar biaya ;
(2) Bandingkan hasil rekapitulasi dengan data SPT PPh Pasal 21 dan bila
tidak sama, lakukan koreksi PPh Pasal 21 atau PPh Badan ;
(3) Melakukan pengujian perhitungan PPh Pasal 21 atas beberapa
karyawan apakah telah benar dan sesuai dengan perhitungan pajak
yang berlaku mencakup perhitungan pengurangan biaya jabatan, iuran
pensiun dan iuran tunjangan hari tua ;
(4) Melakukan pengujian kemungkinan adanya pembayaran-pembayaran
yang menjadi obyek PPh Pasal 21 seperti premi asuransi kecelakaan
kerja dan asuransi kematian ;
(5) Melakukan perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang dan bandingkan
dengan pembayaran yang dilakukan perusahaan.
5)
PPh Pasal 22 yang dilaporkan dalam SPT lebih besar dari yang sebenarnya
dengan cara merekayasa (memperbesar) daftar pemotongan, yang berakibat
tingginya jumlah PPh Pasal 22 yang dikreditkan pada SPT Badan/Perorangan
tahun berjalan.
Upaya-upaya preventif:
(1) Daftar pemotongan PPh Pasal 22 harus dilengkapi dengan bukti
pemotongannya ;
(2) Jumlah yang dikreditkan pada tahun berjalan harus sesuai daftar
pemotongan PPh Pasal 22 ;
(3) Perhitungan PPh Pasal 22 harus dilengkapi dengan MUD, LKP atau
dokumen pendukung lainnya ;
(4) Setiap pelimpahan pengkreditan PPh Pasal 22 harus melalui
persetujuan Direktur Jenderal Pajak
Upaya-upaya detektif:
(1) Melakukan pengujian atas kebenaran jumiah pemotongan PPh Ps. 22
dengan bukti pemotongannya ;
(2) Melakukan rekonsiliasi antara jumlah yang dikreditkan pada tahun
berjalan dengan daftar pemotongan PPh Pasal 22;
(3) Melakukan pengujian apakah obyek pajak yang dilaporkan dalam
perhitungan PPh Pasal 22 telah sesuai dengan dengan MUD, LKIP atau
dokumen pendukung lainnya ;
(4) Melakukan pengujian apakah setiap pelimpahan PPh Pasal 22
berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
6)
Pajak dilaporkan lebih kecil dalam SPT PPh Pasal 23 dengan cara mengalihkan
pembukuan biaya sewa ke biaya lainnya, membukukan pembayaran deviden
sebagai biaya operasi, tidak melakukan pemotongan PPh pasal 23 atas biaya
yang dibayarkan
dan atau melakukan
pemotongan tetapi tidak
menyetorkannya.
Page 17
Upaya-upaya preventif:
(1) Mensosialisasikan kembali ketentuan yang berlaku dan persyaratan
yang harus dilengkapi saat penyerahan SPT PPh pasal 23;
(2) Mensosialisasikan kembali secara
berkesinambungan
cara-cara
pengisian SPT PPh pasal 23;
(3) Membuat peraturan atas pengenaan sanksi yang jelas untuk
pelanggaran yang sama tetapi dilakukan berulang kali serta
melaksanakannya secara tegas.
Upaya-upaya detektif:
(1) Melakukan pengujian bukti-bukti pemotongan dengan bukti setorannya
serta dengan rekening biaya terkait ;
(2) Meneliti apakah terjadi pembebanan biaya sewa, pembayaran deviden
ke perkiraan biaya lainnya ;
(3) Meneliti adanya pembayaran biaya sewa dan deviden yang tidak
dipotong pajaknya dan atau dipotong tetapi tidak disetorkan pajaknya
;
(4) Meneliti setiap transaksi yang mengakibatkan timbulnya hutang
kepada pemegang saham dan realisasi pembayarannya ;
(5) Meneliti setiap transfer kepada pemegang saham melalui rekening
koran yang mungkin merupakan pembayaran deviden terselubung.
7)
Fasilitas kredit tanpa bunga (KLBI) yang diterima, dipinjamkan kembali untuk
membangun sarana usaha tanpa memperhitungkan biaya bunga selama masa
pemanfaatan untuk menghindari PPh Pasal 23.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Menetapkan ketentuan agar setiap pengucuran dana dari pemerintah
untuk kegiatan tertentu hanya dapat dilakukan bila kegiatan benar-
benar akan dilaksanakan ;
(2)
Dana yang dikucurkan atas kegiatan yang ditangguhkan agar segera
ditagih dari perusahaan mitra kerja ;
(3)
Menetapkan ketentuan agar dana untuk kegiatan tertentu tidak dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan lain;
(4)
Mensosialisasikan kembali ketentuan bahwa PPh pasal 23 yang
dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 23 harus mencakup seluruh pajak
yang merupakan obyek pajak PPh pasal 23 termasuk dan bunga atas
pemberian pinjaman kepada pemegang saham ;
(5)
Membuat peraturan atas pengenaan sanksi yang jelas untuk
pelanggaran yang sama tetapi dilakukan berulang kali serta
melaksanakannya secara tegas.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Melakukan pengujian atas rekening bank Wajib Pajak yang
menampung transaksi dana KLBI ;
(2)
Melakukan pengujian atas kontrak kerjasama antara Pemerintah
dengan Wajib Pajak;
(3)
Melakukan konfirmasi kepada Pemerintah mengenai mitra kerja
operasi pasar dan konfirmasi ke Bank Indonesia mengenai jumlah
KLBI tiap mitra kerja ;
Page 18
(4)
Melakukan penelitian pengeluaran dana darl rekening bank yang
mungkin digunakan untuk pinjaman kepada pemegang saham;
(5)
Melakukan penelitian lebih lanjut atas perjanjian pinjaman kepada
pemegang saham, pemotongan paJak atas pinjaman tersebut serta
penyetorannya.
8)
Menghindarkan PPh Pasal 23 atas pembayaran imbalan jasa penjaminan
kredit yang dilakukan Wajib Pajak kepada perusahaan agen dengan
membebankan biaya jasa jaminan kredit ke perkiraan biaya lain-lain. Atas
imbalan yang diberikan kepada perusahaan agen tidak dipotong PPh Pasal 23.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Mensosialisasikan kemball ketentuan yang berlaku dan persyaratan
yang harus dilengkapi saat penyerahan SPT PPh pasal 23;
(2)
Mensosialisasikan kembali secara berkesinambungan cara-cara
pengisian SPT PPh pasal 23;
(3)
Mensosialisasikan kembali ketentuan bahwa PPh pasal 23 yang
dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 23 harus mencakup seluruh pajak
yang merupakan obyek pajak PPh pasal 23 termasuk atas pembayaran
imbalan jasa kepada agen yang mengusahakan penjaminan kredit ;
(4)
Membuat peraturan atas pengenaan sanksi yang jelas untuk
pelanggaran yang sama tetapi dilakukan berulang kali serta
melaksanakannya secara tegas.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Melakukan pengujian perkiraan biaya lain-lain yang jumlahnya cukup
material ;
(2)
Rekapitulasi biaya-biaya yang merupakan obyek pungutan PPh Pasal
23 dan bandingkan dengan jumlah yang dilaporkan dalam SPT ;
(3)
Melakukan pengujian apakah daftar pemotongan PPh Pasal 23 telah
dilengkapi dengan bukti pemotongannya ;
(4)
Melakukan konfirmasi daftar PPh Pasal 23 yang dipotong kepada
masing-masing pihak yang dipotong.
9)
Pembagian deviden pada perusahaan grup yang disamarkan dalam bentuk
pembayaran bunga bank dan atau pembayaran biaya lain-lain untuk
menghindari PPh Pasal 23.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Mensosialisasikan kembali ketentuan yang berlaku dan persyaratan
yang harus dilengkapi saat penyerahan SPT PPh pasal 23;
(2)
Mensosialisasikan kembali secara berkesinambungan cara-cara
pengisian SPT PPh pasal 23;
(3)
Membuat peraturan atas pengenaan sanksi yang jelas untuk
pelanggaran yang sama tetapi dilakukan berulang kali serta
melaksanakannya secara tegas.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Melakukan pengujian perkiraan biaya lain-lain yang jumlahnya cukup
material dan perkiraan hutang kepada pemegang saham/ pihak terkait
;
Page 19
(2)
Bandingkan PPh Pasal 23 yang merupakan obyek pungutan dengan
jumlah yang dilaporkan dalam SPT;
(3)
Melakukan pengujian apakah daftar pemotongan PPh Pasal 23 telah
dilengkapi dengan bukti pemotongannya ;
(4)
Melakukan pengujian perkiraan biaya bunga bank apakah telah
dibukukan sesuai dengan nota pembebanan bunga bank.
10) Manipulasi PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa yang dilakukan Wajib Pajak
dengan cara membayar uang sewa rumah untuk masa 3 tahun tetapi
membebankan biaya sewa dalam pembukuan untuk masa 1 tahun dan
sisanya dibukukan sebagai biaya pemeliharaan selanjutnya pajak yang
disetorkan hanya untuk masa 1 tahun.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Mensosialisasikan kembali ketentuan yang berlaku dan persyaratan
yang harus dilengkapi saat penyerahan SPT PPh pasal 23;
(2)
Mensosialisasikan kembali secara berkesinambungan cara-cara
pengisian SPT PPh pasal 23;
(3)
Mensosialisasikan kembali ketentuan bahwa PPh pasal
23
yang
dilaporkan dalam SPT harus mencakup seluruh pajak yang merupakan
obyek pajak PPh pasal
23
dari pembayaran biaya sewa atau
pembebanan biayanya (mana yang lebih besar) ;
(4)
Membuat peraturan atas pengenaan sanksi yang jelas untuk
pelanggaran yang sama tetapi dilakukan berulang kali serta
melaksanakannya secara tegas.
Upaya-upaya detektilf:
(1)
Membuat rekapitulasi seluruh biaya yang menjadi obyek PPh Pasal 23;
(2)
Membandingkan hasil rekapitulasi dengan SPT Masa/Laporan
Pemotongan dan Penyetoran PPh Final, Bukti Pemotongan PPh dan
Surat Setoran Pajak-nya ;
(3)
Melakukan penelitian kontrak-kontrak/perjanjian sewa dan perjanjian
lain yang berhubungan dengan PPh Pasal 23 ;
(4)
Menghitung jumlah PPh Pasal
23
yang terhutang, kemudian
bandingkan dengan pembayaran yang telah dilakukan perusahaan dan
perhatikan juga ketepatan waktu penyetorannya.
11) Penghasilan Kena Pajak yang dicantumkan dalam SPT PPh Pasal
25
lebih kecil
dari jumlah sebenarnya yang dilakukan Wajib Pajak dengan membebankan
seluruh biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (overhead cost)
pada harga pokok penjualan (metode Direct Costing) tanpa mengurangkan
direct cost dan
overhead
cost yang terkandung dalam persediaan akhir tahun.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Mensosialisasikan kembali secara berkesinambungan cara-cara
pengisian SPT PPh pasal 25;
(2)
Mensosialisasikan ketentuan bahwa Penghasilan Kena Pajak yang
dilaporkan dalam SPT harus ditetapkan berdasarkan laporan keuangan
yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum dan praktik bisnis yang sehat;
(3)
Mensosialisasikan ketentuan bahwa metode pembebanan biaya dalam
penghitungan harga pokok penjualan harus sesuai dengan
Page 20
metode-metode yang diizinkan peraturan perundang-undangan
perpajakan dan penggunaan metode direct costing dengan
mengkoreksi biaya-biaya yang masih terkandung dalam persediaan;
(4)
Membuat peraturan atas pengenaan sanksi yang jelas untuk
pelanggaran yang sama tetapi dilakukan berulang kali serta
melaksanakannya secara tegas.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Melakukan penelitian pencatatan/dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan persediaan ;
(2)
Membandingkan saldo akhir neraca pada satu tahun dengan saldo
awal yang tercatat pada kartu persediaan atau perkiraan persediaan
tahun berikutnya ;
(3)
Melakukan pengujian angka neraca/laporan keuangan dan menelusuri
ke buku-buku yang terkait ;
(4)
Melakukan pengujian penetapan harga persediaan untuk masing-
masing
persediaan
serta
melakukan
pengujian
apakah
penetapan/penghitungannya sesuai dengan metode yang diizinkan
peraturan perundang-undangan perpajakan ;
(5)
Melakukan penelitian apakah persediaan dinilai berdasarkan cost
(harga pokok penjualan) yang meliputi seluruh biaya yang secara
langsung atau tidak langsung terjadi untuk mendapatkan persediaan
tersebut pada keadaan sebagaimana adanya ;
(6)
Melakukan penelitian kemungkinan adanya cost yang tidak
dimasukkan dalam penilaian persediaan (misalnya penggunaan
metode direct costing) yang mengakibatkan harga pokok penjualan
lebih tinggi dan laba usaha menjadi lebih rendah daripada yang
seharusnya.
12) Penghasilan Kena Pajak yang dicantumkan dalam SPT PPh Pasal 25 lebih kecil
dari jumlah sebenamya yang dilakukan dengan tidak melaporkan produksi
yang digunakan perusahaan afiliasi.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Mensosialisasikan kembali ketentuan yang berlaku dan persyaratan
yang harus dilengkapi saat penyerahan SPT PPh pasal 25;
(2)
Mensosialisasikan kembali secara berkesinambungan cara-cara
pengisian SPT PPh pasal 25;
(3)
Mensosialiasikan kembali bahwa Penghasilan Kena Pajak yang
dilaporkan dalam SPT harus ditetapkan berdasarkan laporan keuangan
yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum dan praktik bisnis yang sehat;
(4)
Membuat peraturan atas pengenaan sanksi yang jelas untuk
pelanggaran yang sama tetapi dilakukan berulang kali serta
melaksanakannya secara tegas.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Membandingkan jumlah barang yang diproduksi/dibeli dengan jumlah
penjualan serta posisi persediaan barang pada awal dan akhir periode
laporan pembukuan untuk mengetahui kebenaran mutasi barang
keluar;
Page 21
(2)
Menelusuri proses timbulnya piutang serta penerimaan kas yang
berasal dari penjualan kredit maupun tunai kepada perusahaan afiliasi
;
(3)
Membandingkan jumlah penjualan yang tertera dalam Buku Penjualan
dengan yang dilaporkan pada SPT PPh pasal 25 maupun SPT masa
PPN.
13) Penghasilan Kena Pajak yang dicanturrikan dalam SPT PPh Pasal 25 lebih kecil
dari jumlah sebenarnya yang dilakukan dengan cara mengurangkan biaya
yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan (non-deductable).
Upaya-upaya preventif:
(1)
Mensosialisasikan kembali ketentuan yang berlaku dan persyaratan
yang harus dilengkapi saat penyerahan SPT PPh pasal 25;
(2)
Mensosialisasikan kembali secara berkesinambungan cara-cara
pengisian SPT PPh pasal 25;
(3)
Mensosialisasikan kembali ketentuan bahwa Wajib Pajak harus
menyusun daftar nominatif atas biaya-biaya
non deductable
serta
keterangan mengenai tujuan penggunaan biaya tersebut ;
(4)
Mensosialisasikan kembali ketentuan bahwa daftar nominatif biaya-
biaya
non deductable
yang disusun harus sesuai dengan biaya-biaya
yang
diperbolehkan
dalam
peraturan
perundang-undangan
perpajakan;
(5)
Menolak SPT yang disampaikan tanpa kelengkapan dokumen yang
dipersyaratkan.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Meneliti daftar nominatif biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan
dari penghasilan (non-deductable) serta melakukan penelitian apakah
tujuan penggunaan biaya sesuai dengan keterangan dalam daftar;
(2)
Meneliti biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan
(non-deductable) serta koreksi fiskal yang dilakukan Wajib Pajak
dalam pengisian SPT.
14) PPh pasal 26 yang dilaporkan pada SPT PPh pasal 26 lebih kecil dari
seharusnya dengan tidak membayar royalti kepada perusahaan induk di luar
negeri sebagaimana mestinya tetapi dibayarkan melalui selisih harga bahan
baku (transfer pricing) serta tidak membukukan pembayaran royalti tersebut
sebagai biaya royalti.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Mensosialisasikan kembali ketentuan yang berlaku dan persyaratan
yang harus dilengkapi saat penyerahan SPT PPh pasal 26 termasuk
daftar perusahaan penyalur luar negeri (Badan Usaha Tetap/ BUT)
untuk pembelian barang dari luar negeri;
(2)
Mensosialisasikan kembali secara berkesinambungan cara-cara
pengisian SPT PPh pasal 26;
(3)
Mensosialisasikan kembali ketentuan bahwa pemotongan PPh Pasal 26
harus meliputi seluruh pembayaran sewa, bunga, dividen dan royalti
yang dilakukan untuk perusahaan BUT luar negeri
Upaya-upaya detektif:
Page 22
(1)
Melakukan penelitian terhadap daftar penyalur dari barang yang dibeli,
apakah terdapat penyalur yang mempunyai hubungan istimewa
dengan Wajib Pajak dan telusuri ke bukti aslinya ;
(2)
Melakukan penelitian apakah nilai pembelian barang-barang tersebut
telah dibukukan dengan nilai yang wajar;
(3)
Melakukan konfirmasi ke sumber informasi (apabila barang tersebut
dijual di pasaran bebas) seperti ke Direktorat Hubungan Perpajakan
Internasional Direktorat Jenderal Pajak, atau Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai untuk data mengenai harga patokan barang-barang impor,
ke Pusat Data Bisnis Indonesia untuk data mengenai ikhtisar kegiatan
operasi perusahaan sejenis dan harga dari barang yang diimpor ;
(4)
Melakukan koreksi apabila telah diketahui harga/nilai yang wajar,
lakukan koreksi atas pembelian bahan baku tersebut serta teliti
kemungkiinan barang tersebut di impor dengan dokumen palsu (tidak
benar) ;
(5)
Melakukan penelitian untuk melakukan koreksi atas PPh pasal 26
apakah pembebanan harga yang tidak wajar tersebut merupakan
royalti dan atau deviden .
15) Penghasilan Kena Pajak yang dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 26 lebih kecil
dari seharusnya yaitu sebagian tenaga kerja asing/ekspatriat yang bekerja
pada Wajib Pajak tidak dilaporkan serta tarif PPh Pasal 26 diterapkan lebih
rendah dari tarif yang telah ditetapkan.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Mensosialisasikan kembali ketentuan yang berlaku dan persyaratan
yang harus dilengkapi saat penyerahan SPT PPh pasal 26;
(2)
Mensosialisasikan kembali secara berkesinambungan cara-cara
pengisian SPT PPh pasal 26 ;
(3)
Mensosialisasikan kembali ketentuan bahwa jumlah tenaga dan
penghasilan ekspatriat yang bekerja pada Wajib Pajak harus
dilaporkan seluruhnya dalam SPT;
(4) Mensosialisasikan kembali ketentuan bahwa Pajak penghasilan
ekspatriat harus dihitung berdasarkan tarif tertinggi yang telah
dikenakan sebelumnya dari tarif tax treaty,
(5)
Membuat peraturan atas pengenaan sanksi yang jelas untuk
pelanggaran yang sama tetapi dilakukan berulang kali serta
melaksanakannya secara tegas.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Melakukan pengujian atas tanggal mutasi ekspatriat yang bekerja
pada Wajib Pajak (WP) dengan daftar yang dilaporkan dalam SPT;
(2)
Melakukan penelitian apakah telah disepakati tax treaty (perjanjian
perpajakan) untuk penetapan penghasilan kena pajak dan tarif
pengenaan PPh Pasal 26 dengan negara asal ekspatriat yang bekerja
pada Wajib Pajak ;
(3)
Dapatkan bukti pendukung yang cukup untuk membuktikan
kewarganegaraan ekspatriat yang bekerja pada WP ;
(4)
Melakukan pengujian apakah PPh Pasal 26 yang dilaporkan dihitung
berdasarkan tarif yang telah disepakati dalam tax treaty dan ketentuan
lain yang ditetapkan (dalam hal belum adanya kesepakatan tax
treaty).
Page 23
16) Pengisian SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih kecil dan seharusnya
yang dilakukan Wajib Pajak dengan cara membukukan biaya angkut sebagai
faktor pengurang nilai penjualan, namun penggantian biaya angkut tersebut
tidak dibukukan sebagai pendapatan penjualan. Dengan demikian, atas
pendapatan yang diperoleh dari penggantian biaya angkut tersebut tidak
dikenakan PPN.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Mensosialisasikan kembali ketentuan yang berlaku dan persyaratan
yang harus dilengkapi saat penyerahan SPT masa PPN;
(2)
Mensosialisasikan kembali secara berkesinambungan cara-cara
pengisian SPT masa PPN ;
(3)
Mensosialisasikan kembali ketentuan bahwa pembebanan biaya-biaya
kepada harga penjualan harus sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan perpajakan ;
(4)
Mensosialisasikan kembali ketentuan bahwa biaya yang mengurangi
nilai jual barang tetapi mendapat penggantian dari pembeli tidak dapat
dikurangkan dalam perhitungan PPN ;
(5)
Membuat peraturan atas pengenaan sanksi yang jelas untuk
pelanggaran yang sama tetapi dilakukan berulang kali serta
melaksanakannya secara tegas.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Melakukan kontrol hubungan antar faktur pajak keluaran yang
dilaporkan dalam SPT Masa dengan Buku Penjualan, Buku Retur
Penjualan, Kartu Piutang, Buku Kas/Bank dan Buku/Kartu Uang Muka
serta Laporan Keuangan ;
(2)
Melakukan pengujian kontrak-kontrak penjualan atau distributor
agreement dan bandingkan dengan hasil penjualan ;
(3)
Melakukan pengujian apakah ada biaya angkut yang diminta/ditagih
Wajib Pajak kepada pembeli atau distributor dan melakukan penelitian
dokumen biaya angkut dari perusahaan pengangkutan atas nama
Wajib Pajak atau pembeli/distributor ;
(4)
Apabila biaya angkut atas nama Wajib Pajak (penjual), maka lakukan
penelitian apakah PPN atas biaya angkut yang diminta Wajib Pajak
(penjual) kepada pembeli/distributor karena penyerahan barang
tersebut telah dihitung dan disetor.
17) PPN dilaporkan lebih kecil dengan tidak mengenakan PPN keluaran atas
produk barang sisa (scrap), produk yang langsung dipergunakan sendiri atau
didistribusikan ke afiliasi.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Mensosialisasikan kembali ketentuan yang berlaku dan persyaratan
yang harus dilengkapi saat penyerahan SPT masa PPN;
(2)
Mensosialisasikan kembali secara berkesinambungan cara-cara
pengisian SPT masa PPN;
(3)
Mensosialisasikan kembali ketentuan bahwa kegiatan/transaksi-
transaksi yang dapat dibebaskan dari PPN harus ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
Page 24
(4)
Membuat peraturan atas pengenaan sanksi yang jelas untuk
pelanggaran yang sama tetapi dilakukan berulang kali serta
melaksanakannya secara tegas.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Menelusuri seluruh penjualan pada Buku Penjualan;
(2)
Membandingkan SPT PPh Pasal 25 dengan SPT Masa PPN apakah
penjualan yang dilaporkan telah sesuai (dengan mempertimbangkan
tanggal cut off) ;
(3)
Melakukan konfirmasi ke KPP terkait mengenai PPN keluaran yang
menjadi PPN masukan bagi pihak pembeli;
(4)
Melakukan penelitian apakah tidak terdapat PPN keluaran yang
diperhitungkan untuk produk scrap atau produk yang langsung
dipergunakan sendiri dan atau yang didistribusikan ke afiliasinya ;
(5)
Melakukan penelitian apakah PPN Masukan yang dicatat dalam SPT
Masa benar-benar berasal dari pembelian dan penjualan yang sah ;
(6)
Melakukan penelitian apakah harga pokok tidak terbebani nilai PPN
Masukan, dan pengkreditan PPN Masukan telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2.
Pajak Minyak dan Gas Alam
Penyimpangan yang terjadi pada penerimaan sektor pertambangan minyak bumi
dan gas alam pada umumnya adalah memperkecil equity to
be split
(ETBS) dalam
Pertamina Quarterly Report (PQR) yang dilakukan dengan cara memperkecil
volume produksi minyak (lifting) dan atau gas alam, memperbesar biaya operasi
(operating cost), menghindari pembayaran atau mengurangi jumlah Pajak atas
Bunga, Deviden, dan Royalti (PBDR), serta mengurangi bonus produksi bagian
pemerintah.
1)
Pengurangan ETBS dengan memperkecil volume produksi minyak mentah
(lifting) dan atau gas alam dalam
Pertamina Quarterly Report (PQR)
dilakukan
dengan cara menghitung volume
lifting
pada titik serah terima (delivery point)
yang berbeda dan metode perhitungan yang tidak sama.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Dalam
kontrak
kerjasama
antara
Kontraktor
dengan
Pemerintah/Pertamina baik Production Sharing Contract (PSC), Joint
Operation Body (JOB) maupun Technical Assistance Contract (TAC)
harus ditetapkan dengan jelas titik serah terima (delivery point) yang
digunakan sebagai dasar perhitungan lifting;
(2)
Metode yang digunakan dalam perhitungan volume minyak mentah
dan atau gas alam harus ditetapkan dengan tegas dalam kontrak
kerjasama;
(3)
Perhitungan volume minyak harus dilakukan dengan akurat dengan
mempertimbangkan penyusutan dan pemuaian volume akibat
perubahan suhu pada waktu pengukuran ;
(4)
Pengukuran volume minyak dan atau gas alam hasil produksi harus
dilakukan oleh petugas yang dapat dipercaya dan ahli dalam
bidangnya;
(5)
Hasil perhitungan volume minyak dan atau gas alam per hari harus
disahkan oleh pihak Pertamina, Kontraktor Production
Sharing,
Page 25
petugas dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dan
petugas dari Departemen Keuangan.
Upaya-upaya detektif
(1)
Melakukan pengujian apakah dalam kontrak kerjasama telah
ditetapkan dengan jelas titik serah terima sebagai dasar perhitungan
lifting;
(2)
Melakukan penelitian apakah hasil perhitungan volume minyak mentah
dan atau gas alam hasil produksi ditetapkan dengan tegas pada
kontrak kerjasama ;
(3)
Melakukan pengujian apakah perhitungan volume minyak mentah dan
atau gas alam telah dilakukan dengan akurat dan telah disesuaikan
dengan cara mengkonversi suhu pada waktu pengukuran dengan suhu
tertentu yang telah disepakati ;
(4)
Melakukan penelitian apakah pengukuran volume minyak mentah dan
atau gas alam hasil produksi dilakukan oleh petugas yang dapat
dipercaya dan ahli dalam bidangnya ;
(5)
Melakukan pengujian apakah hasil perhitungan volume minyak mentah
dan atau gas alam per hari telah disahkan oleh pihak Pertamina,
Kontraktor Production
Sharing,
petugas dari Departemen Energi den
Sumber Daya Mineral dan petugas dari Departemen Keuangan.
2)
Pengurangan ETBS dengan melaporkan biaya operasi tahun berjalan yang
lebih besar dari biaya sebenarnya dengan membebankan pemakaian
peralatan operasi atas kontrak lain milik perusahaan pada kontrak yang
bersangkutan.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Setiap unit operasi harus menyusun rencana pemakaian peralatan atas
kegiatan operasi yang rencana dan harus mendapat persetujuan dari
penanggungjawab kegiatan ;
(2)
Rencana pemakaian peralatan yang disusun harus benar-benar sesuai
dengan peralatan yang dibutuhkan untuk kegiatan.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Melakukan penelitian daftar rencana pemakaian peralatan dan jangka
waktu pemakaian yang diperlukan atas suatu kegiatan ;
(2)
Melakukan pengujian apakah peralatan yang dipakai benar-benar
dibutuhkan dalam kegiatan ;
(3)
Melakukan pengujian lamanya pemakaian peralatan apakah jam
pemakaian yang dibebankan pada kegiatan, seluruhnya untuk
kegiatan tersebut ;
(4)
Menghitung inefisiensi pemakaian peralatan dan koreksi dari biaya
yang dibebankan dalam ETBS.
3)
Pembebanan biaya operasi dengan membebankan biaya mobilisasi peralatan
melalui cost recovery.
Upaya-upaya preventif:
Page 26
(1)
Pencantuman biaya mobilisasi dan demobilisasi peralatan dalam
kontrak eksplorasi/eksploitasi harus dirinci dengan menunjukkan jarak
pemindahan dikalikan tarif jarak tertentu (mil atau km) ;
(2)
Biaya mobilisasi harus dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung
bahwa mobilisasi/demobilisasi benar-benar dilakukan ;
(3)
Biaya mobilisasi tidak boleh dibebankan dua kali atas peralatan yang
dipergunakan sebelumnya dalam pekerjaan lain.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Melakukan penghitungan jumlah biaya-biaya mobilisasi/ demobilisasi
untuk seluruh kontrak pemakaian peralatan dengan menyebut nama,
jenis, kualifikasi dan spesifikasi peralatan ;
(2)
Melakukan penelitian apakah terdapat peralatan yang dipergunakan
dalam waktu yang
berdekatan namun
dibebankan biaya
mobilisasi/demobilisasi dua kali ;
(3)
Melakukan pengujian kewajaran jumlah biaya mobilisasi/ demobilisasi
dengan memperhatikan jarak dan tarif, dan bandingkan tarif yang
digunakan dengan kontrak lain atas peralatan sejenis ;
(4)
Melakukan penelitian apakah bukti-bukti pendukung realisasi biaya
mobilisasi sesuai dengan jumlah yang dibebankan ;
(5)
Melakukan konfirmasi pada pihak yang melakukan mobilisasi apakah
mobilisasi benar-benar dilakukan.
4)
Pembebanan biaya operasi dengan biaya tenaga kerja asing (expatriate) tidak
sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan dan atau tidak diperlukan dalam
kegiatan.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Pekerjaan yang dapat dilakukan oleh tenaga kerja lokal tidak dapat
diberikan kepada ekspatriat ;
(2)
Kualifikasi ekspatriat harus sesuai dengan yang dibutuhkan
perusahaan;
(3)
Fasilitas yang diberikan kepada ekspatriat harus sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku sesuai keahliannya ;
(4)
Jangka waktu penggunaan ekspatriat harus sesuai dengan kebutuhan
perusahaan.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Melakukan penelitian apakah jenis pekerjaan yang dilakukan ekspatriat
belum dapat ditangani tenaga kerja lokal ;
(2)
Melakukan pengujian kualifikasi ekspatriat apakah sesuai dengan yang
dibutuhkan oleh perusahaan ;
(3)
Melakukan pengujian apakah fasilitas yang diberikan kepada ekspatriat
telah sesuai dengan yang ditentukan dalam peraturan perundang--
undangan yang berlaku;
(4)
Melakukan analisa jangka waktu penggunaan ekspatriat apakah sesuai
dengan jangka waktu yang dibutuhkan perusahaan ;
(5)
Melakukan pengujian dokumen-dokumen asli (paspor dan dokumen
lain) milik ekspatriat untuk membuktikan kewarganegaraan ekspatriat
yang bersangkutan ;
(6)
Melakukan pengujian kewajiban yang timbul atas penggunaan
ekspatriat dan telusuri pembebanan biayanya.
Page 27
5)
Meningkatkan biaya operasi dengan membebankan biaya pemakaian
barang/aktiva yang sebenarnya tidak dipergunakan atas sumur dry hole
(diabandon) melalui cost recovery.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Rencana pengeboran harus disusun berdasarkan biaya yang realistis;
(2)
Permintaan barang dari gudang (warehouse) harus dilengkapi dengan
tujuan penggunaan yang jelas dengan mencanturrikan kode
proyek/kode sumur yang akan dikerjakan ;
(3)
Pencatatan mutasi
barang keluar di kartu gudang harus
mencantumkan dengan jelas lokasi pekerjaan dan atau kode
proyek/sumur yang akan dikerjakan.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Merekapitulasi rincian biaya-biaya yang akan mendapat penggantian
(recoverable cost) atas suatu proyek/ pekerjaan pengeboran per
sumur;
(2)
Membuat daftar sumur-sumur yang diputuskan untuk dioperasikan (di-
develop) dan yang ditetapkan untuk ditutup (dry hole/abandon);
(3)
Rekapitulasi pemakaian barang-barang/aktiva yang dikapitalisir
menjadi cost sumur yang di-abandon;
(4)
Membuat daftar kapan barang-barang/aktiva pada butir (3) di atas
digunakan untuk sumur yang di-abandon ;
(5)
Membandingkan mutasi pengeluaran barang dari gudang dengan
pemakaian barang/aktiva untuk sumur yang di-abandon;
(6)
Membandingkan tanggal penutupan sumur dengan mutasi-mutasi
pengeluaran barang dari gudang untuk mengetahui apakah masih
terdapat pemakaian barang setelah tanggal penutupan sumur ;
(7)
Rekapitulasi seluruh biaya yang dapat diakui sebagai cost sumur dan
bandingkan dengan cost yang dilaporkan.
6)
Pajak atas Bunga, Deviden dan Royalti (PBDR) tidak dibayar oleh kontraktor
dengan dalih telah dibayar di negara asal kontraktor.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Mengatur secara tersendiri dengan jelas mengenai PBDR dan
tax-treaty dalam klausul kontrak ;
(2)
Membentuk tim inter-departemen untuk menetapkan ketentuan
mengenai PBDR dalam kontrak-kontrak yang belum mengaturnya.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Melakukan penelitian apakah dalam klausul kontrak telah diatur
mengenai PBDR dan tax-treaty;
(2)
Melakukan penelitian apakah telah ada kesepakatan mengenai tax-
treaty antara Indonesia dengan negara asal kontraktor ;
(3)
Menghitung jumlah kewajiban kontraktor mengenai PBDR dan telusuri
penyelesaiannya ;
(4)
Membuat catatan dalam hal belum diperolehnya kesepakatan
mengenai penyelesaian PBDR ;
Page 28
7)
Pengurangan perhitungan bonus produksi yang menjadi bagian pemerintah
dengan menunda pelaporan volume minyak mentah yang diproduksi.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Dalam klausul kontrak harus ditetapkan dengan jelas metode
perhitungan bonus produksi untuk pemerintah ;
(2)
Dalam kontrak harus ditetapkan sanksi finansial yang timbul akibat
terlambatnya pembayaran bonus produksi.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Melakukan pengujian klausul kontrak yang menetapkan jumlah bonus
produksi dan saat perolehan oleh pemerintah;
(2)
Melakukan pengujian laporan produksi per periode serta akumulasinya
(3)
Melakukan pengujian apakah kontraktor telah menghitung bonus
produksi bagian pemerintah segera setelah produksi kumulatif telah
dicapai sebagaimana ditentukan dalam kontrak.
3.
Bea Dan Cukai.
1)
Bahan baku/barang jadi asal impor yang menggunakan fasilitas impor tidak
ditemukan pada persediaan serta tidak ada realisasi ekspor atas impor yang
menggunakan fasilitas, dan terjadi penjualan lokal atas barang fasilitas.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Daftar bahan baku/barang jadi asal impor yang menggunakan fasilitas
harus mendapatkan persetujuan pihak yang berwenang ;
(2)
Perusahaan yang melakukan impor harus membuat laporan berkala
atas realisasi impor bahan baku/barang yang menggunakan fasilitas ;
(3)
Perusahaan yang melakukan impor harus membuat laporan
penggunaan bahan baku/barang yang menggunakan fasilitas.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Melakukan pengujian dan peroleh seluruh dokumen yang berkaitan
dengan fasilitas impor seperti berkas permohonan fasilitas, Surat-surat
Keputusan Pembebasan/ Pengembalian dari Menteri Keuangan,
Laporan Keterkaitan, Laporan Ekspor (LE) dan Jaminan Bank ;
(2)
Memperoleh seluruh dokumen dan catatan yang mendukung dan
berkaitan dengan proses impor, produksi dan ekspor ;
(3)
Memperoleh rincian fasilitas impor yang diterima perusahaan dari
pemerintah untuk setiap periode yang diperiksa. Rinci nomor dan
tanggal register serta nomor dan tanggal SKEP serta nilai setiap
fasilitas (BM, BMT, PPN dan PPn BM) untuk setiap periode SK;
(4)
Memperoleh catatan perusahaan mengenai pembelian bahan baku dan
pemakaiannya untuk setiap periode fasilitas. Merinci pembelian
material untuk per jenis bahan baku dan bedakan menurut asal
pembeliannya (PIUD fasilitas impor, PIUD Bayar atau pembelian lokal)
;
(5)
Memperoleh LE dan lakukan perhitungan konversi untuk setiap jenis
bahan baku dan jumlah barang jadi yang seharusnya diekspor untuk
jumlah fasilitas yang diperoleh;
Page 29
(6)
Melakukan perbandingan antara hasil perhitungan konversi dengan
administrasi perusahaan mengenai pemakaian bahan baku untuk
produksi dan jumlah barang jadi yang telah diekspor ;
(7)
Melakukan pengamatan fisik atas proses produksi dan penilaian
kewajaran perhitungan konversi dari hasil pengamatan fisik tersebut;
(8)
Melakukan pengamatan fisik atas persediaan bahan baku dan
persediaan barang jadi yang ada serta bandingkan dengan
pencatatannya.
2)
Transaksi realisasi impor yang jenis barangnya tidak sesuai dengan izin SKEP
Fasilitas dan Rencana Impor Barang (RIB) serta kuantitas transaksi impor
melebihi izin SKEP fasilitas, impor dilakukan sebelum tanggal masa berlakunya
SKEP fasilitas.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Realisasi impor barang harus dilakukan berdasarkan RIB;
(2)
Petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) harus melakukan
verifikasi secara langsung di lapangan menguji kebenaran realisasi
impor barang dengan RIB.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Mendapatkan Laporan Tiga Bulanan atas realisasi impor Barang
Operasi Golongan I, SKEP Fasilitas BOP Golongan I dan SKEP
Perpanjangannya serta RIB atau Master List (ML) ;
(2)
Melakukan pengujian atas dokumen transaksi realisasi impor yaitu
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan lampirannya (Invoice, Packing
List) ;
(3)
Melakukan rekapitulasi transaksi impor berdasarkan dokumen PIB
serta lampirannya dan bandingkan dengan Laporan Tiga Bulanan yang
dibuat oleh perusahaan untuk disampaikan kepada Ditjen Minyak dan
Gas Bumi (DJMGB) dan DJBC;
(4)
Melakukan pengujian materi jumlah, jenis, nilai barang dan masa
berlaku SKEP Fasilitas antara realisasi impor dengan izin SKEP Fasilitas
Kepabeanan dan RIB/ML.
3)
Pengenaan denda keterlambatan re-ekspor terhadap Surat Keputusan
Pembebasan Bea Masuk (SKPBM) impor sementara atas peralatan-peralatan
yang dibatalkan tidak dilakukan.
Upaya-upaya Preventif:
(1)
Setiap Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) harus membuat
pembukuan/pencatatan atas tanggal jatuh tempo impor barang
sementara ;
(2)
Setiap tanggal jatuh tempo impor barang sementara, KPBC harus
melakukan pemberitahuan kepada perusahaan terkait atas impor
barang sementara yang harus segera di re-ekspor ;
(3)
Membuat sanksi yang tegas sesuai ketentuan yang berlaku. atas
pelanggaran yang terjadi pada keterlambatan re-ekspor.
Upaya-upaya Detektif:
Page 30
(1)
Melakukan penelitian atas dokumen impor sementara yang telah jatuh
tempo;
(2)
Melakukan penelitian atas SKPBM yang dibatalkan;
(3)
Melakukan penelitian atas dokumen re-ekspor yang ada;
(4)
Melakukan penelitian atas kesesuaian dokumen re-ekspor dengan
SKPBM yang dibatalkan serta catatan penerimaan denda atas
re-ekspor yang terlambat.
4)
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) sementara telah jatuh tempo namun
belum dilakukan re-ekspor dan penagihan Bea Masuk dan Pajak Dalam
Rangka Impor (PDRI) yang terhutang serta denda Administrasi belum
dilakukan.
Upaya-upaya Preventif:
(1)
Setiap tanggal jatuh tempo impor barang sementara, KPBC harus
memberitahukan kepada perusahaan pemilik PIB impor sementara
yang telah jatuh tempo agar melakukan re-ekspor;
(2)
KPBC harus mengenakan sanksi yang tegas sesuai ketentuan yang
berlaku atas pelanggaran yang menyangkut keterlambatan re-ekspor.
Upaya-upaya Detektif:
(1)
Melakukan penelitian atas dokumen PIB impor sementara yang telah
jatuh tempo ;
(2)
Melakukan penelitian atas dokumen re-ekspor yang ada;
(3)
Melakukan penelitian atas kesesuaian dokumen re-ekspor dengan PIB
impor sementara serta pengenaan denda maupun tagihan yang
seharusnya timbul.
5)
Pengenaan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) kurang
dikenakan karena kesalahan pengenaan tarip pada uraian barang yang sama,
kesalahan menetapkan nilai pabean di mana nilai
insurance
belum
dimasukkan dan kesalahan perhitungan matematis.
Upaya-upaya Preventif:
(1)
KPBC harus memiliki data jenis barang dan tarip yang mutakhir (up to
date) ;
(2)
KPBC harus menetapkan ketentuan pemberitahuan nama barang yang
jelas dan sesuai nama barang tersebut di pasaran ;
(3)
DJBC harus menetapkan prosedur pengecekan kembali atas
perhitungan yang dilakukan sebelum menetapkan nilai pabean ;
(4)
Mengenakan sanksi yang tegas sesuai ketentuan atas setiap kesalahan
yang mungkin terjadi.
Upaya-upaya Detektif:
(1)
Melakukan penelitian apakah data jenis nama barang dan tarip telah di
mutakhirkan (up date) secara berkala;
(2)
Melakukan penelitian apakah niial pabean telah ditetapkan sesuai
ketentuan dengan memperhitungkan unsur-unsur yang sesuai
ketentuan berlaku ;
(3)
Melakukan penelitian kemungkinan kesalahan perhitungan matematis.
Page 31
6)
Kewajiban
kepabeanan atas
impor dengan fasilitas penangguhan
(voormitslag) yang telah jatuh tempo tidak diselesaikan (ditagih).
Upaya-upaya Preventif:
(1)
KPBC harus memiliki pencatatan atas impor dengan fasilitas
penangguhan perihal jatuh temponya ;
(2)
KPBC harus memberitahukan impor dengan fasilitas penangguhan
yang jatuh tempo kepada perusahaan terkait.
Upaya-upaya Detektif:
(1)
Melakukan penelitian apakah KPBC telah melakukan pencatatan atas
impor dengan fasilitas penangguhan ;
(2)
Melakukan penelitian apakah terdapat impor dengan fasilitas
penangguhan yang telah jatuh tempo ;
(3)
Melakukan penelitian apakah atas impor dengan fasilitas penangguhan
yang telah jatuh tempo telah dIkenakan kewajiban kepabeanan sesuai
ketentuan yang berlaku.
7)
Pembongkaran impor mobil yang tidak sesuai dengan tujuan bongkar TPT
(Tempat Pendaftaran Type) Impornya, dan diindikasikan TPT tersebut
digunakan lagi pada tujuan semula.
Upaya-upaya Preventif:
(1)
DJBC secara tegas harus memberlakukan ketentuan untuk tidak
memberikan izin bongkar untuk TPT yang bukan daerah tujuannya ;
(2)
KPBC harus melakukan konfirmasi kepada TPT yang dituju sebelum
memberi Izin mengeluarkan barang yang diimpor ;
(3)
Mengenakan sanksi yang tegas kepada petugas pabean jika
melakukan pelanggaran terhadap pelaksanaan tugasnya.
Upaya-upaya Detektif:
(1)
Melakukan penyelidikan kepada importir yang bersangkutan;
(2)
Melakukan konfirmasi kepada kantor tujuan TPT yang seharusnya dan
pastikan hal tersebut tidak digunakan lagi pada TPT tersebut .
(3)
Melakukan penelitian pembukuan atas penerimaan kewajiban
kepabeanan yang timbul ;
(4)
Melakukan verifikasi apakah kewajiban kepabeanan yang seharusnya
telah dikenakan dan membandingkannya dengan kewajiban yang telah
dilakukan.
8)
Izin pembongkaran impor mobil seharusnya dikeluarkan bila memiliki TPT
untuk keperluan impor mobil, tetapi izin tersebut dikeluarkan dengan TPT
untuk keperluan uji type.
Upaya-upaya Preventif:
(1)
KPBC harus menetapkan dan konsisten menerapkan ketentuan tidak
mengeluarkan izin bongkar mobil tanpa di dasari TPT yang sah ;
(2)
DJBC harus membuat sanksi yang tegas bagi petugas yang
memberikan izin bongkar mobil tanpa didasari TPT yang sah.
Page 32
Upaya-upaya Detektif:
(1)
Melakukan penyelidikan kepada importir yang bersangkutan;
(2)
Melakukan konfirmasi bila TPT seharusnya untuk impor mobil tersebut
memang ada, dan dikeluarkan pada TPT seharusnya;
(3)
Melakukan penelitian pembukuan atas penerimaan kepabeanan yang
timbul atas kesalahan tersebut ;
(4)
Melakukan verifikasi apakah telah dikenakan kewajiban-kewajiban
yang timbul serta sanksi administrasi sesuai ketentuan.
9)
Kekurangan pengenaan Bea Masuk (BM) dan Pajak Dalam Rangka Impor
(PDRI) karena kesalahan penetapan nilai pabean dengan cara memalsukan
dokumen pabean berupa
invoice
yang berbeda antara
invoice
yang
dilampirkan dalam PIB dengan yang dilampirkan pada
packing
barang.
Upaya-upaya Preventif:
(1)
KPBC harus menetapkan dan melaksanakan ketentuan bahwa izin
bongkar hanya dapat dilakukan setelah seluruh dokumen diverifikasi
secara cermat ;
(2)
DJBC harus membuat sanksi yang tegas bagi pejabat/ petugas yang
menyalahi ketentuan izin bongkar dan tidak cermat melakukan
verifikasi.
Upaya-upaya Detektif:
(1)
Melakukan penelitian atas dokumen impor yang ada serta
dokumen-dokumen pendukungnya ;
(2)
Melakukan kontrol hubungan antara dokumen-dokumen impor yang
diterima serta dokumen-dokumen pendukungnya ;
(3)
Melakukan penelitian kemungkinan adanya dokumen-dokumen yang
dipalsukan ;
(4)
Melakukan penyelidikan terhadap importir terkait;
(5)
Melakukan perhitungan kewajiban kepabeanan yang timbul serta
sanksi/denda administrasi akibat pelanggaran yang terjadi.
10) Hasil penyelidikan (pengawasan intelijen) terhadap importir yang diindikasikan
melakukan penyimpangan, yang kemudian terbukti menimbulkan adanya
tambah bayar, tidak ditindaklanjuti.
Upaya-upaya Preventif:
(1)
KPBC harus menggali informasi adanya penyimpangan oleh importer ;
(2)
KPBC harus mencatat hasil penggalian informasi untuk dapat
dilaksanakan pengawasan intelejen;
(3)
KPBC harus melakukan konfirmasi dengan Kantor Bea dan Cukai lainya
yang ada kaitan dengan importir tertentu untuk mendapatkan
informasi penyimpangan ;
(4)
KPBC harus mengkaji kembali hasil pengawasan intelejen untuk
melihat tindak lanjut yang harus dilakukan.
Upaya-upaya Detektif:
(1)
Melakukan penelitian apakah ada pencatatan atas pencarian informasi
penyimpangan importir;
Page 33
(2)
Melakukan penelitian hasil konfirmasi dengan KPBC lainnya mengenai
kemungkinan adanya penyimpangan importir di daerah lain ;
(3)
Melakukan penelitian hasil pengawasan intelejen apakah ada data
pendukung hasil pengujian ;
(4)
Melakukan penelitian apakah seluruh kewajiban importir telah dihitung
dengan benar serta telah diungkap seluruhnya dalam laporan hasil
pengawasan intelejen ;
(5)
Melakukan penelitian hasil pengawasan intelejen apakah telah
seluruhnya ditindak lanjuti dengan melakukan kontrol hubungan
terhadap buku penerimaan kewajiban kepabeanan serta denda/sanksi
administratifnya.
11) Penjualan kendaraan impor di dalam negeri tanpa dilengkapi dengan
pembayaran kewajiban kepabeanan, dengan cara memperoleh surat
keputusan fasilitas pembebasan kewajiban kepabeanan atas impor barang
mewah oleh Pejabat Negara atas dasar koneksi dan dengan dalih untuk
kegiatan yang terkait dengan program pemerintah, pertemuan kenegaraan,
keolahragaan dan lain-lain.
Upaya-Upaya Preventif :
(1)
Menetapkan ketentuan tentang pemberian fasilitas kepada pihak-pihak
tertentu agar didasarkan pada hasil penilaian/kajian secara obyektif
dengan
memperhatikan
asas
keadilan,
keterbukaan
dan
mengutamakan kepentingan nasional;
(2)
Melaksanakan/menyempurnakan ketentuan bahwa kegiatan yang
memerlukan impor kendaraan dengan fasilitas jumlahnya dibatasi dan
setelah kegiatan selesai, penjualan kendaraan kepada pihak lain harus
dikenakan kewajiban kepabeanan sesuai ketentuan berlaku;
(3)
Penetapan sanksi yang jelas dan tegas terhadap penyalahgunaan
fasilitas yang telah diberikan.
Upaya-Upaya Detektif :
(1)
Meneliti kembali tujuan pemberian fasilitas apakah pemberian fasilitas
dilakukan secara obyektif, transparan serta memiliki urgensi tinggi
dengan kepentingan negara;
(2)
Melakukan analisis keterkaitan pihak-pihak yang
mendapat
keuntungan dengan pejabat yang memberikan fasilitas, apakah dapat
diduga berindikasi KKN;
(3)
Melakukan penelitian kepada pihak penerima fasilitas, apakah
pelaksanaan dari fasilitas dimaksud telah sesuai dengan tujuannya;
(4)
Melakukan
pengujian apakah
setiap penyimpangan dalam
pelaksanaannya dan penggunaan kemudian setelah kegiatan dimaksud
selesai telah didukung dengan adanya pembayaran pelunasan
kewajiban kepabeanan sesuai ketentuan berlaku.
4.
Pendapatan Daerah
1)
Pajak tontonan, restribusi terminal, restribusi pasar, restribusi wisata atau
restribusi parkir tidak seluruhnya disetorkan ke Kas Daerah yang dilakukan
dengan cara mencetak karcis palsu, menjual kembali karcis yang telah terjual
atau dipungut tetapi karcis tidak diberikan.
Upaya-Upaya Preventif :
Page 34
(1)
Dinas Pendapatan Daerah mencetak karcis secara spesifik yang sulit
untuk dipalsukan;
(2)
Mencetak karcis dengan nomor tercetak dan pada periode tertentu
merubah sistem penomoran;
(3)
Mengumumkan secara luas kepada masyarakat agar meminta tanda
bukti pembayaran karcis tanda masuk, atau parkir;
(4)
Membuat peraturan sanksi yang jelas terhadap pemalsuan dan
penggunaan kembali karcis yang telah terjual serta melaksanakannya
secara tegas;
(5)
Melakukan pergantian petugas yang mengawasi bioskop, pasar, loket
wisata, pengawasan parkir secara berkala dan mengevaluasi adanya
perbedaan mencolok hasil yang diterima dengan petugas pengawas
sebelumnya.
Upaya-upaya Detektif:
(1)
Melakukan pengecekan mendadak pada saat bioskop dan wisata ramai
penonton, untuk mendeteksi kemungkinan adanya karcis palsu, karcis
yang tidak disobek dan atau digunakan kembali;
(2)
Melakukan penelitian apakah jumlah setoran telah sesuai dengan
karcis yang terjual dengan memperhatikan saldo karcis tersedia;
(3)
Melakukan penelitian lapangan apakah jumlah karcis terjual sama
dengan hasil penerimaannya.
2)
Penyetoran Pajak Hiburan, Pajak Restoran dan Hotel (PPI) bukan berdasarkan
realisasi penerimaan tetapi ditetapkan dengan cara negosiasi dengan petugas
terkait.
Upaya-Upaya Preventif :
(1)
Membuat peraturan yang jelas tentang kewajiban pengelola hiburan
restoran dan hotel dalam mengadministrasikan seluruh jenis
penerimaan yang ada serta pengenaan sanksi yang tegas atas
pelanggaran terhadap peraturan tersebut;
(2)
Menetapkan petugas-petugas yang melakukan pengawasan terhadap
pengusaha hiburan restoran dan hotel secara bergantian dan memilih
petugas yang dapat dipercaya;
(3)
Mewajibkan petugas pengawas membuat laporan pengawasan berupa
jumlah pengunjung, jumlah barang terjual, jumlah kas diterima;
(4)
Menetapkan peraturan yang jelas dan tegas bahwa untuk setiap
pembayaran oleh konsumen pengguna jasa hiburan restoran dan hotel
harus disertai nota yang bernomor urut;
(5)
Mensosialisasikan kepada pengguna jasa hiburan restoran dan hotel
agar mendapatkan nota pembayaran setelah melakukan pembayaran
tersebut.
Upaya-Upaya Detektif:
(1)
Melakukan pengecekan mendadak pada restoran dan hotel dengan
SDM yang dapat dipercaya;
(2)
Melakukan penelitian terhadap catatan penerimaan apakah telah
dilakukan dengan baik dan benar serta didukung bukti-bukti yang
akurat;
Page 35
(3)
Melakukan penelitian apakah laporan petugas pengawas telah
dilakukan dengan benar dan sesuai dengan data-data serta bukti
pendukung yang akurat.
3)
Pajak reklame, disetorkan lebih kecil dari seharusnya dengan cara
merendahkan/menurunkan tarip lokasi, luas tampilan reklame pada kontrak
perjanjian, lama waktu reklame diperpanjang tanpa addendum kontrak tetapi
dibayarkan langsung dengan tarip negosiasi kepada petugas pengawas
lapangan.
Upaya-Upaya Preventif
(1)
Menetapkan petugas yang melakukan pengawasan di lapangan per
wilayah secara bergantian dan memilih petugas yang dapat dipercaya;
(2)
Mewajibkan petugas lapangan membuat laporan pengawasan setiap
peninjauan lapangan yang memuat informasi ada tidaknya reklame liar
yang belum diberikan perjanjian, adanya reklame yang melebihi batas
waktu, adanya tampilan, luas reklame yang menyimpang dari klausul
perjanjian;
(3)
Membuat peraturan pengenaan sanksi yang jelas atas pelanggaran
yang terjadi serta menerapkannya secara tegas;
(4)
Melakukan peninjauan lapangan secara berkala untuk memastikan
kebenaran laporan petugas lapangan;
(5)
Memisahkan fungsi yang menangani perjanjian reklame, penerimaan
pembayaran dan pengawasan atas kebenaran laporan petugas
lapangan;
(6)
Melakukan pencatatan yang akurat atas kontrak yang ada, penerapan
tarip serta denda pelanggaran sesuai jenis pelanggarannya.
Upaya-Upaya Detektif:
(1)
Melakukan penelitian apakah laporan petugas lapangan telah
dilakukan dengan benar dan sesuai dengan data-data serta fakta di
lapangan;
(2)
Melakukan penelitian apakah penetapan tarip telah sesuai klasifikasi
tarip reklame yang ada serta sesuai dengan bukti penyetorannya;
(3)
Melakukan penelitian lapangan apakah penetapan tarip dalam
perjanjian serta bukti setornya telah sesuai dengan fakta di lapangan
dan adanya reklanme liar yang belum dibuat perjanjian serta
pungutannya tidak disetorkan ke Kas Daerah.
4)
Restribusi IMB disetorkan bukan berdasarkan penerimaan sebenarnya tetapi
berdasarkan negosiasi tarip kelas bangunan dan volume yang lebih rendah
serta penyimpangan yang diketahui dari hasil pengawasan lapangan tidak
dikenakan denda dan tidak disetorkan ke Kas Daerah tetapi dipungut untuk
kepentingan petugas.
Upaya-Upaya Preventif :
(1)
Melakukan pergantian petugas yang mengawasi di lapangan secara
berkala dan memilih petugas yang dapat dipercaya;
(2)
Membuat sanksi yang jelas terhadap pelanggaran ketentuan serta
menerapkannya secara tegas;
(3)
Mewajibkan petugas lapangan membuat laporan pengawasan
lapangan setiap peninjauan yang memuat informasi adanya
Page 36
pembangunan baru untuk pembangunan tambahan per-lokasi, jumlah
volume yang sudah ada, memiliki izin/tidak, nomor IMB bila memiliki
izin;
(4)
Memisahkan fungsi yang menangani pengeluaran IMB, pengawasan
atas kebenaran laporan petugas lapangan dan pembayaran biaya IMB
diupayakan melalui bank;
(5)
Membuat pembukuan atas izin yang dikeluarkan, lokasi, jumlah
volume, penetapan taripnya serta penyetorannya;
(6)
Meminimalkan adanya pertemuan antara pemohon IMB dengan
petugas dimana permohonan IMB dan jawabannya dilakukan melalui
pos.
Upaya-Upaya Detektif:
(1)
Melakukan penelitian apakah laporan petugas lapangan telah
dilakukan dengan benar dan sesuai dengan data-data serta fakta di
lapangan;
(2)
Melakukan penelitian apakah penetapan tarip telah sesuai klasifikasi
tarip IMB yang ada serta sesuai dengan bukti penyetorannya;
(3)
Melakukan penelitian lapangan apakah penetapan tarip pada
perjanjian serta bukti setornya telah sesuai dengan fakta di lapangan
dan apakah bangunan yang sedang berjalan telah memiliki izin serta
teliti kemungkinan adanya pembayaran kepada petugas lapangan;
(4)
Melakukan penelitian lebih lanjut kepada petugas lapangan adanya
pembayaran oleh pemilik bangunan kepada petugas yang tidak
disetorkan ke Kas Daerah;
(5)
Melakukan rekonsiliasi tentang kebenaran penerimaan pembayaran
IMB pada bank yang ditunjuk.
5)
Rekayasa jumlah hari pemakaian alat berat untuk memperoleh dana taktis
dan atau untuk kepentingan pribadi yang mengakibatkan berkurangnya
potensi penerimaan daerah.
Upaya-upaya preventif
(1)
Mempertegas aturan yang jelas berkaitan dengan pengelolaan sewa
menyewa alat berat dan pengenaan sanksi yang tegas atas
pelanggarannya ;
(2)
Membuat catatan dan pelaporan penggunaan alat berat untuk
disewakan secara tertib disertai dengan bukti pendukungnnya ;
(3)
Pemisahan fungsi pencatatan dan pelaporan peneriman sewa dengan
fungsi pencatatan, pelaporan dan pemantauan pemakaian alat berat.
(4)
Setiap pembayaran sewa alat berat dilakukan melalui penyetoran
langsung ke rekening kas daerah.
Upaya-upaya detektif
(1)
Meneliti apakah pelaksanaan sewa alat berat sesuai dengan ketentuan
yang berlaku serta didukung dengan dokumen yang sah ;
(2)
Meneliti apakah dokumen pendukung sewa alat berat telah
diadministrasikan dengan tertib ;
(3)
Melakukan pemeriksaan fisik kendaraan untuk mengetahui apakah
terdapat penggunaan alat berat yang tidak didukung dengan dokumen
perjanjian sewa alat berat.
Page 37
(4)
Meneliti jumlah hari pemakaian alat berat menurut pencatatan di
gudang apakah sesuai dengan jumlah hari pemakaian menurut
pencatatan penerimaan sewa alat berat.
(5)
Melakukan konfirmasi secara sampling kepada beberapa penyewa
menyangkut penggunaan yang melebihi batas waktu sewa dalam
perjanjian dan atau tidak dilengkapi perjanjian.
B. Penerimaan Negara Bukan Pajak
1.
Pendapatan Pertambangan Umum
1)
Penentuan tarif royalti dalam kontrak perjanjian penambangan dan ekspor
pasir laut lebih rendah dari ketentuan tarif royalft yang berlaku.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Menetapkan suatu ketentuan yang mengatur penetapan tarif royalty
dalam perjanjian harus didasarkan hasil penilaian tim penetapan tarif;
(2)
Mensosialisasikan perubahan tarif royalti yang terjadi kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Melakukan pengujian apakah penetapan tarif yang tertera pada
perjanjian kontrak telah didasarkan atas hasil penilaian tim penetapan
tarif;
(2)
Melakukan pengujian apakah tarif yang digunakan telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
(3)
Melakukan pengujian apakah penetapan tarif dalam perjarjian sesuai
dengan luas dan lokasi area penambangan, dan kandungan mineral
serta cara perhitungan besarnya pungutan-pungutan negara (royalti,
landrent, dan sebagainya).
2)
Volume produksi pengerukan pasir laut yang dilaporkan lebih kecil dari yang
sebenarnya.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Menetapkan ketentuan bahwa setiap volume produksi hasil
pengerukan pasir laut harus dilaporkan dalam laporan hasil
pengerukan yang disetujui pihak yang berwenang ;
(2)
Menetapkan ketentuan bahwa laporan pengerukan pasir laut harus
disampaikan secara berkala kepada Tim Pengawas Pengerukan Pasir
Laut ;
(3)
Mewajibkan Tim Pengawas Pengerukan Pasir Laut melakukan
pengujian di lapangan secara berkala untuk meyakinkan apakah
volume yang dilaporkan telah sesuai dengan yang sebenarnya.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Melakukan pengujian atas perjanjian kontrak penjualan antara
kontraktor dengan buyer-nya (pihak ketiga), beserta seluruh
amandemennya ;
Page 38
(2)
Mendapatkan laporan realisasi volume pengapalan pasir laut beserta
tagihannya (invoice) yang dikirimkan kontraktor kepada buyer dan
mengevaluasi dapat tidaknya data ini diandalkan ;
(3)
Mendapatkan data kapal yang digunakan kontraktor, baik yang dimiliki
sendiri maupun yang disewa dan menguji spesifikasinya seperti jenis
kecepatan dan kapasitas, perjanjian kontrak sewa, cara perhitungan
sewa dengan volume pengapalan, dan seluruh dokumen tagihan
sewa;
(4)
Mendapatkan seluruh realisasi pembayaran sewa kapal dan
memastikan tidak ada perbedaan volume antara tagihan dengan
pembayarannya ;
(5)
Membuat rekapitulasi realisasi volume pengapalan ;
(6)
Mendapatkan Laporan Realisasi Pengerukan Pasir Laut yang
ditandatangani Tim Pengawas Pengerukan Pasir Laut ;
(7)
Mendapatkan dokumen-dokumen ekspor berupa manifest kapal,
bill of
lading
(B/L) dan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) ;
(8)
Melakukan pengujian kesesuaian volume pengapalan yang tercantum
dalam manifest, B/L, dan PEB;
(9)
Melakukan rekonsiliasi volume pengapalan antara data tagihan kepada
buyer dengan data tagihan dari penyewaan kapal, data laporan
realisasi pengapalan kontraktor, data laporan Tim Pengawas
pengerukan pasir laut, data Manifest/BL/PEB;
(10) Melakukan konfirmasi kepada Buyer untuk meyakinkan realisasi
volume penjualan yang dilaporkan.
3)
Penetapan tarif royalti tidak memperhatikan adanya kandungan mineral pasir.
Pada kenyataannya, pasir laut yang ditambang dan dijual mengandung pasir
kwarsa dimana tarif royalti pasir kwarsa lebih tinggi dari tarif royalti pasir laut.
Upaya-upaya preventif:
(1)
Menetapkan suatu ketentuan yang mengatur penetapan tarif royalti
dalam perjanjian harus didasarkan hasil penilaian tim penetapan tarif
dengan memperhatikan luas, area dan kandungan mineral yang ada;
(2)
Menetapkan ketentuan bahwa perusahaan penambang pasir kwarsa
harus melaporkan realisasi hasil penambangan termasuk kandungan
mineral yang terdapat dalam hasil tambang ;
(3)
Kandungan mineral pasir kwarsa yang dilaporkan dalam realisasi hasil
penambangan harus melalui pengujian di laboratorium independen.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Mendapatkan contoh pasir laut yang dikapalkan dan melakukan
pengujian kandungan logam/mineralnya di laboratorium independent ;
(2)
Meneliti realisasi penjualan pasir kwarsa untuk mengetahui besarnya
royalti yang belum diperhitungkan dalam tarif;
(3)
Mendapatkan realisasi pembayaran royalti dan membandingkan unsur
mineral yang dibayar royaltinya dengan unsur kandungan mineral
yang belum dibayar.
4)
Perusahaan menyetorkan hasil penjualan batubara bagian pemerintah ke
rekening kas negara sesudah dikurangi dengan biaya penjualan yang tidak
wajar.
Upaya-upaya preventif:
Page 39
(1)
Menetapkan ketentuan yang mengatur biaya penjualan yang dapat
dikurangkan dari hasil penjualan batubara bagian pemerintah;
(2)
Menetapkan ketentuan yang mengatur bahwa hasil penjualan
batubara yang dilaporkan harus mencerminkan hasil penjualan bersih
sebelum dikurangi biaya-biaya penjualan.
Upaya-upaya detektif:
(1)
Membuat rekapitulasi seluruh biaya yang merupakan pengurang dari

No comments:

Post a Comment